Karena saya menganggap penting, tulisan Danny Hilman (sebagai peneliti menanggapi sikap petisi layak untuk dikutip dari Milist IAGI.
Karena saya
menganggap penting, tulisan Danny Hilman (sebagai peneliti menanggapi
sikap petisi layak untuk dikutip dari Milist IAGI.
-rekan IAGI-Netter ysh,
Saya sedang otw transit di Den Pasar dari Makasar ke Bandung setelah penelitian di tengah laut selama hampir 10 hari, sebenarnya masih sangat lelah dan terkena sakit gigi lumayan senut-senut, tapi sebagai koordinator Tim mandiri Terpadu G.Padang kiranya perlu memberikan beberapa pandangan mengenai isyu yang dilontarkan oleh Mang Okim. Komentar singkat: ini luar binasa aneh bin-ajaib (dibaca: ngawur). Sy bisa uraikan bahwa setiap butir pernyataan 'Petisi 34' yang maksud adalah plintiran atau tudingan palsu yang lebih kejam dari kasus alamat palsunya Ayu Ting-ting. Tapi terlalu panjang kalau diurai satu-satu. Inti masalahnya saja.
Pertama-tama, mohon ditanggapi dengan jernih dan itikad baik. Sudah cukup masalah penelitian ilmiah di G.Padang ini dikacaukan dengan isyu macam-macam tidak karuan yang akhirnya menjadikan hal ini kontroversial yang tidak jelas juntrungannya (Mudah-mudahan tidak ada konspirasi sekelompok orang yang justru bertujuan agar tidak jelas juntrungannya). Saya tahu ada 'petisi 34' baru tadi malam setelah ada signal dan akses internet.
Petisi ini dibuat setelah acara forum diskusi (ilmiah?) yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri Forum Pelestari Gunung Padang, dihadiri cukup banyak orang yang bukan sembarangan, dengan tujuan untuk menghujat dan menghentikan penelitian yang dilakukan oleh Tim Mandiri Terpadu yang tidak diundang dalam forum itu. Logika sehatnya, Bukankah seharusnya Tim Mandiri diundang untuk diajak berdialog dan berdiskusi bukan malah diadili di belakang punggung? bahkan kalau Tim ini mau 'dibantai' secara ilmiah juga sah-sah saja kalau memang berani. Prihatin juga, kok sepertinya dialog ilmiah macet? Atau ini memang bukan masalah kebenaran ilmiah tapi ada kepentingan lain, atau jangan-jangan ada pihak yang sengaja mengadu-domba? Kok bisa-bisanya melarang penelitian dengan alasan pelestarian yang tidak jelas alasannya?
Saya, Mas ADB, Mas Ali Akbar dan Tim Arkeologi UI juga rekan-rekan lain yang bergabung dalam tim melakukan penelitian di G.Padang ini dengan serius dan tentu saja mengikuti kaidah ilmiah. Tidak ada niatan lain selain untuk menguak fakta dengan seilmiah-ilmiahnya, baik segi geologinya ataupun arkeologinya. Kami bukan peneliti 'kemarin-sore' yang bisa seenaknya dituduh sebagai peneliti tidak kompeten yang tidak becus meneliti serta tidak tahu hukum. Itu keterlaluan. perlu diketahui juga bahwa DR Ali Akbar itu arkeolog spesialis pra-sejarah salah satu penerus Alm Prof Soejono. Dia juga mengajar mata kuliah perihal peraturan-perundangan kepurbakalaan di Indonesia.
Tentu kami ada ijin penelitian termasuk dari bupati walaupun lokasi yang sedang yang kami teliti sekarang sebenarnya di luar pagar Situs Cagar Budaya G Padang. Malah ARKENAS pun kalau mau meneliti di situs harus se-ijin Bupati/PEMDA, tidak bisa seenaknya, apalagi memonopoli penelitian. LIPI, sebagai lembaga penelitian negara, kalau mau meneliti di satu wilayah juga harus lapor dan se-ijin PEMDA. Tidak bisa juga LIPI atau BPPT atau lembaga penelitian apapun melarang peneliti yang melakukan penelitian tidak atas nama lembaga pemerintah. Sedangkan para peneliti asing malah bebas merajalela (tentu ada prosedur hukumnya).
Yang menandatangani petisi itu di-daftar di-afilisiasikan dengan organisasi profesi termasuk IAGI. Apakah IAGI diundang? Mohon klarifikasi dari Ketum. Diantara yang menandatangani ada Ketua IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia). Apakah dia bicara a/n organisasinya atau pribadi tidak jelas.
Tapi kami disamping merasa disodok patut berbesar hati juga karena penelitian kami, yang notabene sudah membuat G.Padang sebelumnya diterbengkalaikan sekarang jadi perhatian nasional dan internasional, ternyata dianggap demikian pentingnya oleh forum para cendekiawan ini (catatan: walaupun jadi kontradiktif sendiri dengan pernyataan mereka yang melecehkan kemampuan Tim), sehingga forum menganggap perlu membuat petisi yang ditandatangani 34 orang ini langsung ke Presiden RI dengan tujuan supaya penelitian Tim Mandiri diberangus, kemudian tanggung jawab (penelitian)nya sepenuhnya diambilalih oleh lembaga berwenang, begitu. DAHSYAT!
Di tanah Sunda ada istilah "DIPOYOK DILEBOK". Begitulah kira-kira. Pengunjung G.Padang yang jadi membludak malah dijadikan alasan bahwa sekarang kelestariannya menjadi terancam gara-gara penelitan Tim mandiri.
Mungkin ada baiknya IAGI bekerja sama dengan IAAI bertindak sebagai mediator membuat acara seminar untuk ajang berdialog supaya tidak tambah salah-paham dan kacau, efeknya bisa serius. Dunia pendidikan dan riset di Indonesia sekarang sudah cukup lumpuh, jangan malah diinjak-injak. Mari kita bangun dan kembangkan sama-sama.
Dengan segala keterbatasan yang ada, sejujurnya kami katakan bahwa kasus di Gunung Padang adalah kasus besar yang sangat menarik karena data kelihatannya mengarah ke sesuatu yang 'fantastis' dan seperti tidak masuk akal memang karena bertentangan dengan pengetahuan mainstream (arkeologi). Aspek geologinyapun tidak kalah menarik. "We just follow where data lead".
Berbeda pendapat boleh saja, tapi mari sama-sama hormati azas dan etika ilmiah, berdiskusi dan berdebat dengan sehat. Jangan mau di adu-domba, nanti bener-bener jadi domba-domba yang menjadi makanan empuk para srigala.
-rekan IAGI-Netter ysh,
Saya sedang otw transit di Den Pasar dari Makasar ke Bandung setelah penelitian di tengah laut selama hampir 10 hari, sebenarnya masih sangat lelah dan terkena sakit gigi lumayan senut-senut, tapi sebagai koordinator Tim mandiri Terpadu G.Padang kiranya perlu memberikan beberapa pandangan mengenai isyu yang dilontarkan oleh Mang Okim. Komentar singkat: ini luar binasa aneh bin-ajaib (dibaca: ngawur). Sy bisa uraikan bahwa setiap butir pernyataan 'Petisi 34' yang maksud adalah plintiran atau tudingan palsu yang lebih kejam dari kasus alamat palsunya Ayu Ting-ting. Tapi terlalu panjang kalau diurai satu-satu. Inti masalahnya saja.
Pertama-tama, mohon ditanggapi dengan jernih dan itikad baik. Sudah cukup masalah penelitian ilmiah di G.Padang ini dikacaukan dengan isyu macam-macam tidak karuan yang akhirnya menjadikan hal ini kontroversial yang tidak jelas juntrungannya (Mudah-mudahan tidak ada konspirasi sekelompok orang yang justru bertujuan agar tidak jelas juntrungannya). Saya tahu ada 'petisi 34' baru tadi malam setelah ada signal dan akses internet.
Petisi ini dibuat setelah acara forum diskusi (ilmiah?) yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri Forum Pelestari Gunung Padang, dihadiri cukup banyak orang yang bukan sembarangan, dengan tujuan untuk menghujat dan menghentikan penelitian yang dilakukan oleh Tim Mandiri Terpadu yang tidak diundang dalam forum itu. Logika sehatnya, Bukankah seharusnya Tim Mandiri diundang untuk diajak berdialog dan berdiskusi bukan malah diadili di belakang punggung? bahkan kalau Tim ini mau 'dibantai' secara ilmiah juga sah-sah saja kalau memang berani. Prihatin juga, kok sepertinya dialog ilmiah macet? Atau ini memang bukan masalah kebenaran ilmiah tapi ada kepentingan lain, atau jangan-jangan ada pihak yang sengaja mengadu-domba? Kok bisa-bisanya melarang penelitian dengan alasan pelestarian yang tidak jelas alasannya?
Saya, Mas ADB, Mas Ali Akbar dan Tim Arkeologi UI juga rekan-rekan lain yang bergabung dalam tim melakukan penelitian di G.Padang ini dengan serius dan tentu saja mengikuti kaidah ilmiah. Tidak ada niatan lain selain untuk menguak fakta dengan seilmiah-ilmiahnya, baik segi geologinya ataupun arkeologinya. Kami bukan peneliti 'kemarin-sore' yang bisa seenaknya dituduh sebagai peneliti tidak kompeten yang tidak becus meneliti serta tidak tahu hukum. Itu keterlaluan. perlu diketahui juga bahwa DR Ali Akbar itu arkeolog spesialis pra-sejarah salah satu penerus Alm Prof Soejono. Dia juga mengajar mata kuliah perihal peraturan-perundangan kepurbakalaan di Indonesia.
Tentu kami ada ijin penelitian termasuk dari bupati walaupun lokasi yang sedang yang kami teliti sekarang sebenarnya di luar pagar Situs Cagar Budaya G Padang. Malah ARKENAS pun kalau mau meneliti di situs harus se-ijin Bupati/PEMDA, tidak bisa seenaknya, apalagi memonopoli penelitian. LIPI, sebagai lembaga penelitian negara, kalau mau meneliti di satu wilayah juga harus lapor dan se-ijin PEMDA. Tidak bisa juga LIPI atau BPPT atau lembaga penelitian apapun melarang peneliti yang melakukan penelitian tidak atas nama lembaga pemerintah. Sedangkan para peneliti asing malah bebas merajalela (tentu ada prosedur hukumnya).
Yang menandatangani petisi itu di-daftar di-afilisiasikan dengan organisasi profesi termasuk IAGI. Apakah IAGI diundang? Mohon klarifikasi dari Ketum. Diantara yang menandatangani ada Ketua IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia). Apakah dia bicara a/n organisasinya atau pribadi tidak jelas.
Tapi kami disamping merasa disodok patut berbesar hati juga karena penelitian kami, yang notabene sudah membuat G.Padang sebelumnya diterbengkalaikan sekarang jadi perhatian nasional dan internasional, ternyata dianggap demikian pentingnya oleh forum para cendekiawan ini (catatan: walaupun jadi kontradiktif sendiri dengan pernyataan mereka yang melecehkan kemampuan Tim), sehingga forum menganggap perlu membuat petisi yang ditandatangani 34 orang ini langsung ke Presiden RI dengan tujuan supaya penelitian Tim Mandiri diberangus, kemudian tanggung jawab (penelitian)nya sepenuhnya diambilalih oleh lembaga berwenang, begitu. DAHSYAT!
Di tanah Sunda ada istilah "DIPOYOK DILEBOK". Begitulah kira-kira. Pengunjung G.Padang yang jadi membludak malah dijadikan alasan bahwa sekarang kelestariannya menjadi terancam gara-gara penelitan Tim mandiri.
Mungkin ada baiknya IAGI bekerja sama dengan IAAI bertindak sebagai mediator membuat acara seminar untuk ajang berdialog supaya tidak tambah salah-paham dan kacau, efeknya bisa serius. Dunia pendidikan dan riset di Indonesia sekarang sudah cukup lumpuh, jangan malah diinjak-injak. Mari kita bangun dan kembangkan sama-sama.
Dengan segala keterbatasan yang ada, sejujurnya kami katakan bahwa kasus di Gunung Padang adalah kasus besar yang sangat menarik karena data kelihatannya mengarah ke sesuatu yang 'fantastis' dan seperti tidak masuk akal memang karena bertentangan dengan pengetahuan mainstream (arkeologi). Aspek geologinyapun tidak kalah menarik. "We just follow where data lead".
Berbeda pendapat boleh saja, tapi mari sama-sama hormati azas dan etika ilmiah, berdiskusi dan berdebat dengan sehat. Jangan mau di adu-domba, nanti bener-bener jadi domba-domba yang menjadi makanan empuk para srigala.
ANDI ARIF
0 komentar:
saya harap anda dapat berkomentar tentang postingan yan telah saya sampaikan terimakasih