Berpikir Menurut Al-Qur'an, Hadis & Para 'Ulama

10:48:00 PM Unknown 0 Comments

Berpikir adalah fungsi akal, dengan berpikir, manusia memanfaatkan akalnya untuk memahami hakikat segala sesuatu. Hakikat segala sesuatu adalah kebenaran, dan kebenaran yang sejati adalah Tuhan. Dengan berpikir, manusia mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka berpikir adalah awal perjalanan ibadah, yang tanpanya ibadah menjadi tak bernilai. Abu Muhammad Hasan az Zaki al Askari berkata, “Bukanlah ibadah itu banyaknya puasa dan shalat, akan tetapi ibadah yang sesunggunya adalah selalu berpikir akan ciptaan Allah Swt.”



Dalam Al Qur’an Majid surat Ali Imran: 190-191, Allah Swt berfirman:



Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau. Maka lindungi kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran [3]: 190-191.



Begitupun dalam Al Jaatsiyah: 13 dan surat An Nahl: 10-11, Al Qur’an Suci menyebutkan;



Dan Dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Al Jaatsiyah [45]: 13)



Dia-lah, yang telah menurunkan air hujan dari langit untukmu, sebagian menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu gembalakan ternakmu. Dia menumbuhkanmu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Q.S. An Nahl [16]: 10-11)



Dalam Firman Allah Swt di atas, Al Qur’an Suci menyebutkan bahwa segala yang Ia ciptakan adalah bukti kekuasaan-Nya, sebagai perantara manusia untuk mengenal-Nya. Hanya dengan berpikir tentang ciptaan-Nya, maka manusia dapat mengenal dan ber-taqarrub kepada-Nya.



Dan jika Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tapi dia cenderung kepada dunia, menurutkan hasratnya yang rendah. Perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia ulurkan lidahnya (juga). Demikian perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakan kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (Q.S. Al A’raaf [7]: 176)

Tentang keutamaan berpikir, Rasulullah saww bersabda, “Berpikir sesaat lebih baik dari ibadah setahun.”



Abu Dzar, sahabat setia Rasulullah saww menyampaikan hadits Rasulullah saww yang berbunyi, “Ada 3 waktu untuk orang yang berakal; Pertama, untuk bermunajat kepada Tuhannya. Kedua, untuk menghisab dirinya. Ketiga, untuk memikirkan ciptaan Allah Swt.”

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah saww bersabda kepada Abu Dzar; “Wahai Abu Dzar, shalat 2 rakaat yang dilakukan dengan perenungan/ pemikiran (sehingga menghasilkan kehadiran hati) adalah lebih baik dari shalat malam (qiyaamul lail) yang hatinya lalai.”



Tentang pentingnya berpikir, Sayyidina Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Berpikir yang engkau lakukan akan memberikan pemahaman kepadamu dan memberikan pelajaran terhadapmu.” Dalam kesempatan lain, beliau berkata, “Barangsiapa yang berpikir sebelum berbuat, akan selalu benar.” Begitu pentingnya berpikir bagi manusia, karena ibadah meniscayakan didahulukan dengan berpikir, terutama berpikir tentang ciptaan Allah Swt.



Sayyidina Ali berkata, “Tidak ada ibadah yang lebih utama seperti berpikir akan ciptaan Allah Swt.”



Beliau pun berkata, “Pemikiran adalah cermin yang bersih.” Bagaikan sebuah cermin yang bersih, maka segala sesuatu yang ada di hadapannya akan tampak dengan jelas. Begitu pula pemikiran yang bersih, segala sesuatu yang dihasilkannya pasti adalah hal yang bersih yang bersumber pada sesuatu yang bersih pula.

Berpikir merupakan hal yang membedakan orang mukmin dengan orang dungu. Tentang hal ini Sayyidina Ali berkata, “Orang mukmin berpikir dahulu baru berbicara, sementara orang yang dungu berbicara dahulu baru berpikir.” Seorang yang mukmin pasti menggunakan akalnya sehingga tak mungkin ia berbicara tanpa terlebih dahulu. Berbeda dengan orang yang dungu yang tak menggunakan akalnya. Karena tidak didahulukan dengan berpikir, ia tak memikirkan dampak dari ucapannya.



Cucu Rasulullah saww, Musa al Kazhim (salam Allah Swt atasnya) berkata, “Setiap sesuatu pasti memiliki petunjuk, dan petunjuk bagi orang yang berakal adalah berpikir. Petunjuk bagi orang yang berpikir adalah diam.” Diamnya seseorang yang berakal adalah bukti bahwa ia sedang berpikir, berpikir itu yang akan memberikan petunjuk baginya.



Ja’far ash Shadiq, guru dari empat Imam Mazhab mengatakan, “Dari Kakekku Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, ia berkata, ‘Sesungguhnya berpikir itu menyeru pada kebaikan dan beramal dengannya.’”



Dalam wasiat beliau kepada putranya Al Husain, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Wahai Anakku, berpikir mewariskan cahaya, sementara lalai mewariskan kegelapan.”



تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ الله وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِي اللهِ

(رواه أبو نعيم عن ابن عباس)



Artinya “Berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Dzat Allah” (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas). Hadits ini dihasankan Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Shahihul Jami’sh Shaghir (2976) dan Silsilatu Ahadits Ash-Shahihah (1788)



[Dari berbagai sumber]

0 komentar:

saya harap anda dapat berkomentar tentang postingan yan telah saya sampaikan terimakasih